Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan

DAFTAR ISI

Add a header to begin generating the table of contents


Peraturan Terkait pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan

Sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) UU PPN No.42 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 April 2010)

  1. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  2. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
    • Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
      • Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.
      • Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang PPN. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN.
  3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
  4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  5. dihapus (Ketentuan ini sudah dihapus, karena di UU Baru tidak lagi mengenal adanya FP sederhana);
  6. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  7. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
  8. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
  9. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
  10. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).

Sesuai dengan Pasal 9 ayat (5) UU PPN No.42 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 April 2010)

Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.

Sesuai dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN No.42 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 April 2010)

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan

Sesuai dengan Pasal 19 PP No.1 TAHUN 2012 s.t.d. PP 9 Tahun 2021

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. Pasal 19 ayat (3) PP 1 TAHUN 2012 (PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak ini tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan. Pasal 19 ayat (5) PP 1 TAHUN 2012)

Sesuai dengan PMK-75/PMK.03/2010 tentangg DPP Nilai Lain dan PMK Nomor 71/PMK.03/2022

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang menggunakan DPP Nilai Lain

  1. jasa pengiriman paket sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos;
  2. jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan;
  3. jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges);
  4. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan yang juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kriteria dan/atau rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai; dan
  5. jasa penyelenggaraan:
    • pemasaran dengan media voucer;
    • layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi voucer; dan
    • program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumerloyalty/reward program),
Updated on 26/07/2023